BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang.
Manusia adalah makhluk yang terkena taklif syri’at dari allah subhanahu wa
ta’ala. Oleh karnaya melakukan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan allah
adalah suatu keharusan bagi setiap manusia. Namun tak bisa dipungkiri bahwa
manusia tak akan pernah lepas dari yang namanya hawa nafsu. Jiwa manusia pada tabiatnya merupakan tempat yang didalamnya tehimpun
sekumpulan penyakit-penyakit seperti sombong, ‘ujub(bangga diri atau congkak),
angkuh, egois, kikir, marah, riya, dorongan maksiat dan durhaka, hasrat
memuaskan diri dan membalas dendam, benci, dengki, menipu, tamak, dan loba.
Alloh SWT berfirman dalam mengungkapkan perkara nabi yusuf dengan istri Al-Aziz
(pejabat di Mesir):
وماأبرئ نفسي ان النفس لأمرة بالسوء الا مارحم ربي ان
ربي غفورالرحيم
Artinya :
“Dan aku tidak
membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang di beri rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf (12): 53
Oleh karena itu,
orang-orang pertama dari para pendahulu kita bersikap arif dan cerdas memandang
pentingnya pendidikan tarekat dan membersihkan pribadi dari penyakit-penyakit
ego)bertasawwuf) agar dapat berjalan selaras dengan masyarakat dan beruntung di
dalam melangkah menuju kepada Tuhannya.
B.
Rumusan masalah
Mengacu pada latar belakang
diatas terdapat rumusan sebagai berikut
1- Apakah thoriqot dan
tasawuf itu?
2- Apakah hubungan
keduanya?
3- Apa pengaruh keduanya
dalam kehidupan manusia?
4- Bagaimanakah sejarah
lahirnya ajaran tentang keduanya di Indonesia?
C. Tujuan Makalah
1- Untuk mengetahui thoriqoh dan tasawwuf
2- Untuk mengetahui hubungan keduanya
3- Untuk mengetahui pengaruh keduanya
4- Untuk mengetahui sejarah lahirnya kedua ajaran
tersebut di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Thoriqoh
Kata tarekat berasal
dari bahasa Arab thoriqoh, jamaknya thoroiq, yang berarti: (1)
jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode, system (al-uslub), (3) mazhab,
aliran, haluan (al-mazhab), (4) keadaan (al-halah), (5) tiang tempat berteduh,
tongkat, payung (‘amud al-mizalah).
Menurut
Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali (740-816 M), tarekat ialah metode
khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala
melalui tahapan-tahapan/maqamat.
Dengan demikian tarekat
memiliki dua pengertian, pertama ia berarti metode pemberian bimbingan
spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri
dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi
brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah,
ribath, atau khanaqah.
Pengertian diatas
menunjukkan Tarekat sebagai cabang atau aliran dalam
paham tasawuf. Pengertian itu dapat ditemukan pada al-Thoriqoh al-Mu'tabarah
al-Ahadiyyah, Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naqsyabandiyyah, Tarekat Rifa'iah,
Tarekat Samaniyah dll. Untuk di Indonesia ada juga yang menggunakan kata
tarekat sebagai sebutan atau nama paham mistik yang dianutnya, dan tidak ada hubungannya secara langsung dengan
paham tasawuf yang semula atau dengan tarekat besar dan kenamaan. Misalnya
Tarekat Sulaiman Gayam (Bogor), Tarekat Khalawatiah Yusuf (Sulawesi Selatan)
boleh dikatakan hanya meminjam sebutannya saja. Bahkan di Manado ada juga Biara
Nasrani yang menggunakan istilah Tarekat, seperti Tarekat SMS Joseph.
B. Tasawwuf
Tasawuf adalah
metode pendidikan spiritual dan perilaku yang membentuk seorang muslim
hingga mencapai tingkat Ihsan, yang didefinisikan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa,
“Kamu menyembah Alloh seakan-akan kamu melihat-Nya. Maka, jika kamu tidak
melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu”. (HR.
Ahmad).
Jadi, tasawuf adalah program pendidikan yang memfokuskan
perhatian kepada pembersihan jiwa manusia dari seluruh penyakit-penyakitnya
yang menjauhkan manusia dari Alloh SWT dan meluruskan penyimpangan-penyimpangan
karakter dan perilaku dalam segala hal yang berkaitan dengan hubungan manusia
dengan Alloh SWT, hubungan antar manusia, dan dengan ego diri. Tarekat tasawuf
adalah lembaga yang melaksanaknan pembersihan jiwa dan pelurusan perilaku
tersebut.
C. Hubungan antara thoriqoh & tasawwuf
Dari pengertian
diatas, tampaklah pertalian yang sedemikian erat antara tasawwuf dan tarekat,
bahwa antara keduanya tampak sulit dibedakan dan tak bisa dipisahkan antara
yang satu dengan yang lain. Tasawwuf adalah sebuah ideology dari institusi yang
menaunginya, yaitu tarekat. Atau dengan kata lain, tarekat merupakan
madzhab-madzhab dalam tasawwuf. Dan tarekat merupakan implementasi dari suatu
ajaran tasawwuf yang kemudian berkembang menjadi sebuah organisasi sufi dalam
rangka mengimplementasikan suatu ajaran tasawwuf secara bersama-sama.
D. Sejarah Thoriqot & tasawwuf
Sejarah Perkembangan Tarekat Menjadi Pengawal Moral, Banyak orang yang
salah faham, sehingga mereka tidak mau mengikutinya. Namun, mereka yang sudah
mengikuti tarekatpun umumnya belum memahami bagaimana sebenarnya pengertian
tarekat, awal mula dan sejarahnya, macam-macamnya serta manfaat mengikuti
tarekat.
Asal-usul Tarekat Sufi dapat dirunut pada abad ke-3 dan 4 H (abad
ke-9 dan 10 M). Pada waktu itu tasawuf telah berkembang pesat di negeri-negeri
seperti Arab, Persia, Afghanistan dan Asia Tengah. Beberapa Sufi terkemuka
memiliki banyak sekali murid dan pengikut. Pada masa itu ilmu Tasawuf sering
pula disamakan dengan ilmu Tarekat dan teori tentang maqam (peringkat
kerohanian) dan chal (jamaknya achwal, keadaan rohani).
Di antara maqam penting yang ingin dicapai oleh seorang penempuh jalan
tasawuf ialah mahabbah atau `isyq (cinta), fana` (hapusnya diri/nafs yang
rendah), baqa` (rasa hidup kekal dalam Yang Satu), ma`rifah (makrifat) dan
ittihad (persatuan mistikal), serta kasyf (tersingkapnya penglihatan hati).
Kehidupan para sufis abad 3-4 H merupakan kritik terhadap kemewahan hidup
para penguasa dan kecenderungan orientasi hidup masyarakat muslim pada
materialisme. Keadaan ini memberikan sumbangsih pada terjadinya degradasi moral
masyarakat. Keadaan politik yang penuh ketegangan juga memberikan peran bagi
pertumbuhan sufisme abad tersebut. Maraknya praktek sufisme dan tarekat di abad
ke 12-13 M juga tidak lepas dari dinamika sosio-politik dunia Islam.
Menelusuri
mewabahnya aliran ini di Indonesia, maka hal ini tidak lepas dari pada peran
andil orang-orang yang melakukan study ( belajar ) ke negara Timur tengah.
Lebih khusus lagi adalah Arab Saudi yang pada waktu itu belum diwarnai dengan
gerakan wahabisasi yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab yang lahir
pada tahun 1115 H / 1695 M dan meninggal pada tahun 1206 H / 1786 M ). Diantara
para pelopor berkembangnya aliran tasawuf di Indonesia, sebagaimana yang
disebutkan dibeberapa literatur diantaranya adalah : Nuruddin Ar Raniri ( wafat
tahun 1658 M ),Abdur Rouf As Sinkili (1615 -1693 M ), Muhammad Yusuf Al
makkasary ( 1629-1699 M ).
Mereka ini belajar di kota Makkah dan
melakukan kontak keilmuan dengan para Syuyukh dari mancanegara yang bermukim di
kota Makkah. Diantara para syuyukh itu adalah Ahmad Al Quraisy, Ibrohim Al
Kuroni dan Muhammad Al barzanji.
Abdurrouf Assinkili setelah belajar beberapa lama kemudian diangakat sebagai
kholifah Tarekat Syatariyah oleh Muhammad Al Quraisy. Dirinya kembali ke Aceh
setelah gurunya meninggal. Keberadaanya di tanah Aceh cukup dipandang oleh para
penduduk bahkan dijadikan sebagai panutan dimasyarakat, bermodal kepercayaan
yang telah diberikan masyarakat kepadanya serta kegigihan murid-muridnya, maka
dengan mudahnya ia berhasil mengembangkan ajaran Thariqot sufiyahnya dengan
perkembangan yang sangat pesat hingga paham itu tersebar sampai ke Minang kabau
( Sumatra Barat ). Salah satu murid Abdur Rouf as Sinkili yang berhasil
menyebarkan paham ini adalah Burhanuddin.
Sedang Muhamad Yusuf Al Makasary
setelah bertemu dengan gurunya yakni Syaikh Abu Barakat Ayyub bin Ahmad bin
Ayyub Al Kholwati Al Khurosy As Syami Ad Dimasqy, kemudian diberi otoritas
untuk menjadi kholifah bagi aliran Thariqot Kholwatiyah dan diberi gelar dengan
Taj Al Kholwati ( Mahkota Kholwati ). Setelah kembali ke Aceh ia pun mulai
mengembangkan paham Kholwatiyah ditanah Rencong ini.
Adapun Nuruddin Muhammad bin Ali bin
Muhammad Ar Raniri masuk ketanah Aceh pada masa kekuasaan sultan Iskandar Muda.
Pada masa itu yang berperan sebagai mufti kerajaan adalah Syamsudin As
Sumatrani, putra kelahiran Aceh yang diberi gelar ulama' dan berpemahaman Sufi
Wujudiyah. Dikarenakan kedudukan yang disandangnya cukup strategis, maka dengan
mudah ia mengembangkan paham yang dianutnya itu. Syamsudin ini bekerjasama
dengan Hamzah Fansuri, seorang ulama' yang banyak mengekspresikan pemahamannya
melalui keindahan kata ( prosa ).
Dan dari beberapa catatan literatur
diperoleh informasi, bahwa orang-orang Indonesia dan Melayu yang study di Timur
Tengah, kemudian pulang ke Nusantara dan menyebarkan ajaran tasawwuf (tarekat)
masih banyak lagi. Ada beberapa nama yang perlu di sebutkan disini mengingat
keterkaitannya dalam penyebaran tarekat di Indonesia yang hingga sekarang
ajarannya masih konsis. Mereka adalah Abdus Shomad al Palimbani dan Muhammad
Arsyad al Banjari (1710,1812 M). Nama terakhir ini termasuk yang mamapu
merombak wajah Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan. Bahkan karya bukunya yang
banyak dikaji di beberapa wilayah Indonesia dan Asia Tenggara, Sabil Al
Muhtadiin, kini diabadikan sebagai nama masjid besar di Kota Banjar Masin.
Abdus Shomad al Palimbangi, Muhammad
Arsyad al Banjary serta dua rekan mereka, Abdul Wahab ( Sulsel ) dan
Abdurrohman ( Jakarta ) merupakan orang-orang Tarekat yang berguru kepada
Syaikh Muhammad As Saman, selain itu tersebut pula nam-nama lainnya sepeti
Nawawi Al Bantani ( 1230 -1314 M ), Ahmad Khotib As Sambasi, Abdul Karim Al
Bantani , Ahmad Rifa'I Kalisasak, Junaid Al batawy, Ahmad Nahrowi Al Banyumasi
( wafat 1928 M ), Muhammad Mahfudz At Termasi ( 1842- 1929 M ), Hasan Musthofa
Al Garuti ( 1852-1930 M ) dan masih bannyak lagi yang lainnya. Sebagian besar
dari mereka pulang kembali dan menyebarkan ajarannya di Indonesia.
Pendapat yang berkembang dikalangan
Ahlu Tarekat, dewasa ini di Indonesia bekembang dua macam kelompok tarekat,
yaitu tarekat mu'tabarah dan ghairu mu'tabarah. Beberapa kelompok yang
tergolong mu'tabarah seperti; Qodariyah, Naqsyabandiyah, Tijaniyah,
Syathariyah, Syadzaliyah, Khalidiyah, Samaniyah dan Alawiyah. Dari sekian banya
Thariqot mu'tabarah (berdasarkan muktamar NU di pekalongan tahun 1950,
dinyatakan 30 macam Thariqot yang di nilai mu'tabarah ), Thariqot Naqsabandiyah
- Qodariyah merupakan yang terbesar.
Tarekat
Qodariyah Naqsyabandiyah cukup meluas perkembangannya. Di Jawa Barat salah satu
pusat penyebaran adalah di pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, yang pernah
dipimpin Kiai Shahibul Wafa' Tajul Arifin alias Abah Anom. Berdasar silsilah,
keberadaan Tarekat Qodariyah-Naqsabandiyah di Pesantren Suryalaya, berasal dari
Mursyid Ahmad Khatib As-Sambasi. Mursyid satu ini memiliki tiga orang murid
yang bernama Syaikh Abdul Karim Al-Bantani, Syaikh Khalil Bangkalan dan Syaikh
Thalhah dari kali sapu, Cirebon, dari Syaikh Thalhah inilah Abah Sepuh ( ayah
abah anom ) menerima estapeta Tarekat Qodariyah-Naqsabandiyah dan dari Abah Sepuh
lantas di turunkan kepada putranya, Abah Anom hingga sekarang.
Selain ragam tarekat yang telah
disebutkan diatas, masih banyak lagi bentuk-bentuk tarekat yang kini berkembang
di indoanesia. Di jawa barat berkembang Tarekat Idrisiyah, Qodaryah-Idrisiyah,
Syathariyah, Syathariyah-Muhammadiyah, Tarekat Lahir Bathin dan Tarekat
Tijaniyah. Nama Tarekat terakhir ini salah satu pusat penyebarannya adalah di
Cirebon adapun di Sumatera Selatan berkembang Tarekat Shalawah. Di Jambi selain
Naqsyabandiyah juga berkembang Tarekat Mufaridiyah. Sedang di Kalimantan
Selatan berkembang Tarekat Qadariyah-Nadsabandiyah serta di sulsel Tarekat
Khalwatiyah Saman. Demikian secara ringkas kita dapat mengetahui dan memahami
penyebaran dan perkembangan syiar tashawuf di negeri ini.
E.
Pengaruh Thoriqoh & Tasawwuf
Dalam perkembangannya
tarekat-tarekat itu bukan hanya memusatkan perhatian pada tasawuf ajaran-ajaran
tentang tazkiyyatun nafsi, tetapi juga mengikuti kegiatan politik. Tarekat mempengaruhi
dunia islam mula abad ke-13 kedudukan tarekat saat itu sama dengan partai
politik. Bahkan tentara itu juga menjadi anggota tarekat.
Tarekat keagamaan meluaskan pengaruh dan
organisasinya keseluruh pelosok negeri menguasai masyarakat melalui suatu
jenjang yang terancang dengan baik, dan memberikan otomomi kedaerahan
seluas-luasnya. Disamping itu tarekat pada umumnya hanya berorientasi akhirat,
tidak mementingkan dunia, tarekat mengandungkan banyak beribadah saja dan
jangan mengikuti dunia ini karena anggapan, “dunia ini adalah bangkai maka yang
mengejar dunia ini adalah anjing”. oleh karena itu pada abad ke-19 timbul
pemikiran yang sinis terhadap tarekat. Banyak orang yang menentang dan
meninggalkan tarekat ini.
Dalam dasawarsa
terakhir ini, komunitas sufi mewarnai kehidupan perkotaan. Tak sedikit dari
kalangan eksekutif dan selebriti menjadi peserta kursus atau terlibat dalam
suatu kamunitas tarekat tertentu. Alasan mereka mencebur kesana memang beraneka
ragam. Misalnya, mengejar ketenangan batin atau demi menyelaraskan kehidupan
yang gamang.
Secara
antoprologis, sufisme kota di kenal sebagai trend baru di Indonesia sepanjang
dua dekade ini. Sebelumnya, sufisme lebih dikenal sebagai gejala beragama di
pedesaan. Sufisme kota, kata Muslim Abdurrohman, bisa terjadi minimal karena
dua hal: pertama : hijrahnya para pengamal tasawwuf dari desa ke kota, lalu
membentuk jamaah atau kursus tasawwuf. Kedua : sejumlah orang kota bermasalah
tengah mencari ketenangan ke pusat-pusat tasawwuf di desa. Adapun sufisme
secara sederhana didifinisikan sebagi gejala minat masyarakat pada tasawwuf.
Sufisme adalah istilah yang popular dalam literatur barat (Sufism), sedangkan
dalam literatur arab dan indonesia hingga 1980-an adalah tasawwuf.
Direktur Tazkia Sejati
Jalaluddin Rakhmat, berpendapat bahwa sufisme diminati masyarakat kota sebagai
alternatif terhadap bentuk-bentuk keagamaan yang kaku. Sufisme juga menjadi
jalan untuk pembebasan.
Azyumardi Azra,
Rektor IAIN Jakarta, telah memetakan dua model utama sufisme masyarakat kota
dewasa ini. Pertama : sufisme kontemporer (biasanya berciri longgar dan terbuka
siapapun bisa masuk) yang aktivitasnya tidak menjiplak model sufi sebelumnya.
Model ini dapat dilihat dalam kelompok-kelompok pengajian eksekutif, seperti
Paramadina, Tazkia Sejati, Grend Wijaya dan IIMaN. Model ini pula yang
berkembang di kampus-kampus perguruan tinggi umum. Kedua : Sufisme konvesionel.
Yaitu gaya sufisme yang pernah ada sebelumnya dan kini diminati kembali. Model
ini adalah yang berbentuk tarekat (Qadiriyah Wa Naqsabandiyah, Syatariyah,
syadzziliyah, dan lain-lain), ada juga yang nontarekat (banyak di anut kalangan
Muhammadiyah yang merujuk tasawwuf Buya
Hamka dan Syekh Khatib al-Minangkabawi).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Thoriqoh adalah bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan
kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan.
Sedangkan tasawwuf adalah program pendidikan yang memfokuskan perhatian kepada pembersihan jiwa
manusia dari seluruh penyakit-penyakitnya seperti sombong, ‘ujub (bangga diri atau congkak), angkuh, egois, kikir,
marah, riya, dorongan maksiat dan durhaka, hasrat memuaskan diri dan membalas
dendam, benci, dengki, menipu, tamak, dan loba.
B. Saran
Maka
cukuplah Perkataan Al-Imam
al-Qusairi.rhm berkata : “Barang siapa yang muraqabah dengan Allah dalam
hatinya, maka Allah akan memiliharanya dari perbuatan dosa pada anggota
tubuhnya”. Imam tokoh Sufi Sufyan Sauri.rhm juga berpesan : “hendaklah engkau
melakukan muraqobah terhadap Dzat yang
tidak lagi samar terhadap segala sesuatu, hendaklah engkau selalu mengharap
raja’ (pengharapan dengan sangat berharap)
terhadap Dzat yang memiliki siksa”.
DAFTAR PUSTAKA
Aljazairi, 1976:85
Alquranul karim
Majalah As Sunnah, Edisi 170/ ThKe-2
Majalah Gatra, hal: 65-67, edisi 30
Musnad
Ahmad, vol 1, hal 27