Sabtu, 20 Oktober 2012


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar belakang.
Manusia adalah makhluk yang terkena taklif syri’at dari allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karnaya melakukan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan allah adalah suatu keharusan bagi setiap manusia. Namun tak bisa dipungkiri bahwa manusia tak akan pernah lepas dari yang namanya hawa nafsu. Jiwa manusia pada tabiatnya merupakan tempat yang didalamnya tehimpun sekumpulan penyakit-penyakit seperti sombong, ‘ujub(bangga diri atau congkak), angkuh, egois, kikir, marah, riya, dorongan maksiat dan durhaka, hasrat memuaskan diri dan membalas dendam, benci, dengki, menipu, tamak, dan loba. Alloh SWT berfirman dalam mengungkapkan perkara nabi yusuf dengan istri Al-Aziz (pejabat di Mesir):
وماأبرئ نفسي ان النفس لأمرة بالسوء الا مارحم ربي ان ربي غفورالرحيم
Artinya :
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang di beri rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf (12): 53
Oleh karena itu, orang-orang pertama dari para pendahulu kita bersikap arif dan cerdas memandang pentingnya pendidikan tarekat dan membersihkan pribadi dari penyakit-penyakit ego)bertasawwuf) agar dapat berjalan selaras dengan masyarakat dan beruntung di dalam melangkah menuju kepada Tuhannya.
B.      Rumusan masalah
         Mengacu pada latar belakang diatas terdapat rumusan sebagai berikut
1-      Apakah thoriqot dan tasawuf itu?
2-      Apakah hubungan keduanya?
3-      Apa pengaruh keduanya dalam kehidupan manusia?
4-      Bagaimanakah sejarah lahirnya ajaran tentang keduanya di Indonesia?
C.      Tujuan Makalah
1-      Untuk mengetahui thoriqoh dan tasawwuf
2-      Untuk mengetahui hubungan keduanya
3-      Untuk mengetahui pengaruh keduanya
4-      Untuk mengetahui sejarah lahirnya kedua ajaran tersebut di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Thoriqoh
Kata tarekat berasal dari bahasa Arab thoriqoh, jamaknya thoroiq, yang berarti: (1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode, system (al-uslub), (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab), (4) keadaan (al-halah), (5) tiang tempat berteduh, tongkat, payung (‘amud al-mizalah).
Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali (740-816 M), tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/maqamat.
Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama ia berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah.
Pengertian diatas menunjukkan Tarekat sebagai cabang atau aliran dalam paham tasawuf. Pengertian itu dapat ditemukan pada al-Thoriqoh al-Mu'tabarah al-Ahadiyyah, Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naqsyabandiyyah, Tarekat Rifa'iah, Tarekat Samaniyah dll. Untuk di Indonesia ada juga yang menggunakan kata tarekat sebagai sebutan atau nama paham mistik yang dianutnya, dan tidak ada hubungannya secara langsung dengan paham tasawuf yang semula atau dengan tarekat besar dan kenamaan. Misalnya Tarekat Sulaiman Gayam (Bogor), Tarekat Khalawatiah Yusuf (Sulawesi Selatan) boleh dikatakan hanya meminjam sebutannya saja. Bahkan di Manado ada juga Biara Nasrani yang menggunakan istilah Tarekat, seperti Tarekat SMS Joseph.
B.     Tasawwuf
        Tasawuf adalah metode pendidikan spiritual dan perilaku yang membentuk seorang muslim hingga mencapai tingkat Ihsan, yang didefinisikan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa, “Kamu menyembah Alloh seakan-akan kamu melihat-Nya. Maka, jika kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu”.[2] (HR. Ahmad).
         Jadi, tasawuf adalah program pendidikan yang memfokuskan perhatian kepada pembersihan jiwa manusia dari seluruh penyakit-penyakitnya yang menjauhkan manusia dari Alloh SWT dan meluruskan penyimpangan-penyimpangan karakter dan perilaku dalam segala hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Alloh SWT, hubungan antar manusia, dan dengan ego diri. Tarekat tasawuf adalah lembaga yang melaksanaknan pembersihan jiwa dan pelurusan perilaku tersebut.
C.     Hubungan antara thoriqoh & tasawwuf
         Dari pengertian diatas, tampaklah pertalian yang sedemikian erat antara tasawwuf dan tarekat, bahwa antara keduanya tampak sulit dibedakan dan tak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Tasawwuf adalah sebuah ideology dari institusi yang menaunginya, yaitu tarekat. Atau dengan kata lain, tarekat merupakan madzhab-madzhab dalam tasawwuf. Dan tarekat merupakan implementasi dari suatu ajaran tasawwuf yang kemudian berkembang menjadi sebuah organisasi sufi dalam rangka mengimplementasikan suatu ajaran tasawwuf secara bersama-sama.
D.    Sejarah Thoriqot & tasawwuf
         Sejarah Perkembangan Tarekat Menjadi Pengawal Moral, Banyak orang yang salah faham, sehingga mereka tidak mau mengikutinya. Namun, mereka yang sudah mengikuti tarekatpun umumnya belum memahami bagaimana sebenarnya pengertian tarekat, awal mula dan sejarahnya, macam-macamnya serta manfaat mengikuti tarekat.
         Asal-usul Tarekat Sufi dapat dirunut pada abad ke-3 dan 4 H (abad ke-9 dan 10 M). Pada waktu itu tasawuf telah berkembang pesat di negeri-negeri seperti Arab, Persia, Afghanistan dan Asia Tengah. Beberapa Sufi terkemuka memiliki banyak sekali murid dan pengikut. Pada masa itu ilmu Tasawuf sering pula disamakan dengan ilmu Tarekat dan teori tentang maqam (peringkat kerohanian) dan chal (jamaknya achwal, keadaan rohani).
         Di antara maqam penting yang ingin dicapai oleh seorang penempuh jalan tasawuf ialah mahabbah atau `isyq (cinta), fana` (hapusnya diri/nafs yang rendah), baqa` (rasa hidup kekal dalam Yang Satu), ma`rifah (makrifat) dan ittihad (persatuan mistikal), serta kasyf (tersingkapnya penglihatan hati). Kehidupan para sufis  abad 3-4 H merupakan kritik terhadap kemewahan hidup para penguasa dan kecenderungan orientasi hidup masyarakat muslim pada materialisme. Keadaan ini memberikan sumbangsih pada terjadinya degradasi moral masyarakat. Keadaan politik yang penuh ketegangan juga memberikan peran bagi pertumbuhan sufisme abad tersebut. Maraknya praktek sufisme dan tarekat di abad ke 12-13 M juga tidak lepas dari dinamika sosio-politik dunia Islam.
         Menelusuri mewabahnya aliran ini di Indonesia, maka hal ini tidak lepas dari pada peran andil orang-orang yang melakukan study ( belajar ) ke negara Timur tengah. Lebih khusus lagi adalah Arab Saudi yang pada waktu itu belum diwarnai dengan gerakan wahabisasi yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab yang lahir pada tahun 1115 H / 1695 M dan meninggal pada tahun 1206 H / 1786 M ). Diantara para pelopor berkembangnya aliran tasawuf di Indonesia, sebagaimana yang disebutkan dibeberapa literatur diantaranya adalah : Nuruddin Ar Raniri ( wafat tahun 1658 M ),Abdur Rouf As Sinkili (1615 -1693 M ), Muhammad Yusuf Al makkasary ( 1629-1699 M ).
         Mereka ini belajar di kota Makkah dan melakukan kontak keilmuan dengan para Syuyukh dari mancanegara yang bermukim di kota Makkah. Diantara para syuyukh itu adalah Ahmad Al Quraisy, Ibrohim Al Kuroni dan Muhammad Al barzanji.
Abdurrouf Assinkili setelah belajar beberapa lama kemudian diangakat sebagai kholifah Tarekat Syatariyah oleh Muhammad Al Quraisy. Dirinya kembali ke Aceh setelah gurunya meninggal. Keberadaanya di tanah Aceh cukup dipandang oleh para penduduk bahkan dijadikan sebagai panutan dimasyarakat, bermodal kepercayaan yang telah diberikan masyarakat kepadanya serta kegigihan murid-muridnya, maka dengan mudahnya ia berhasil mengembangkan ajaran Thariqot sufiyahnya dengan perkembangan yang sangat pesat hingga paham itu tersebar sampai ke Minang kabau ( Sumatra Barat ). Salah satu murid Abdur Rouf as Sinkili yang berhasil menyebarkan paham ini adalah Burhanuddin.
         Sedang Muhamad Yusuf Al Makasary setelah bertemu dengan gurunya yakni Syaikh Abu Barakat Ayyub bin Ahmad bin Ayyub Al Kholwati Al Khurosy As Syami Ad Dimasqy, kemudian diberi otoritas untuk menjadi kholifah bagi aliran Thariqot Kholwatiyah dan diberi gelar dengan Taj Al Kholwati ( Mahkota Kholwati ). Setelah kembali ke Aceh ia pun mulai mengembangkan paham Kholwatiyah ditanah Rencong ini.
         Adapun Nuruddin Muhammad bin Ali bin Muhammad Ar Raniri masuk ketanah Aceh pada masa kekuasaan sultan Iskandar Muda. Pada masa itu yang berperan sebagai mufti kerajaan adalah Syamsudin As Sumatrani, putra kelahiran Aceh yang diberi gelar ulama' dan berpemahaman Sufi Wujudiyah. Dikarenakan kedudukan yang disandangnya cukup strategis, maka dengan mudah ia mengembangkan paham yang dianutnya itu. Syamsudin ini bekerjasama dengan Hamzah Fansuri, seorang ulama' yang banyak mengekspresikan pemahamannya melalui keindahan kata ( prosa ).
         Dan dari beberapa catatan literatur diperoleh informasi, bahwa orang-orang Indonesia dan Melayu yang study di Timur Tengah, kemudian pulang ke Nusantara dan menyebarkan ajaran tasawwuf (tarekat) masih banyak lagi. Ada beberapa nama yang perlu di sebutkan disini mengingat keterkaitannya dalam penyebaran tarekat di Indonesia yang hingga sekarang ajarannya masih konsis. Mereka adalah Abdus Shomad al Palimbani dan Muhammad Arsyad al Banjari (1710,1812 M). Nama terakhir ini termasuk yang mamapu merombak wajah Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan. Bahkan karya bukunya yang banyak dikaji di beberapa wilayah Indonesia dan Asia Tenggara, Sabil Al Muhtadiin, kini diabadikan sebagai nama masjid besar di Kota Banjar Masin.
         Abdus Shomad al Palimbangi, Muhammad Arsyad al Banjary serta dua rekan mereka, Abdul Wahab ( Sulsel ) dan Abdurrohman ( Jakarta ) merupakan orang-orang Tarekat yang berguru kepada Syaikh Muhammad As Saman, selain itu tersebut pula nam-nama lainnya sepeti Nawawi Al Bantani ( 1230 -1314 M ), Ahmad Khotib As Sambasi, Abdul Karim Al Bantani , Ahmad Rifa'I Kalisasak, Junaid Al batawy, Ahmad Nahrowi Al Banyumasi ( wafat 1928 M ), Muhammad Mahfudz At Termasi ( 1842- 1929 M ), Hasan Musthofa Al Garuti ( 1852-1930 M ) dan masih bannyak lagi yang lainnya. Sebagian besar dari mereka pulang kembali dan menyebarkan ajarannya di Indonesia.
         Pendapat yang berkembang dikalangan Ahlu Tarekat, dewasa ini di Indonesia bekembang dua macam kelompok tarekat, yaitu tarekat mu'tabarah dan ghairu mu'tabarah. Beberapa kelompok yang tergolong mu'tabarah seperti; Qodariyah, Naqsyabandiyah, Tijaniyah, Syathariyah, Syadzaliyah, Khalidiyah, Samaniyah dan Alawiyah. Dari sekian banya Thariqot mu'tabarah (berdasarkan muktamar NU di pekalongan tahun 1950, dinyatakan 30 macam Thariqot yang di nilai mu'tabarah ), Thariqot Naqsabandiyah - Qodariyah merupakan yang terbesar.
         Tarekat Qodariyah Naqsyabandiyah cukup meluas perkembangannya. Di Jawa Barat salah satu pusat penyebaran adalah di pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, yang pernah dipimpin Kiai Shahibul Wafa' Tajul Arifin alias Abah Anom. Berdasar silsilah, keberadaan Tarekat Qodariyah-Naqsabandiyah di Pesantren Suryalaya, berasal dari Mursyid Ahmad Khatib As-Sambasi. Mursyid satu ini memiliki tiga orang murid yang bernama Syaikh Abdul Karim Al-Bantani, Syaikh Khalil Bangkalan dan Syaikh Thalhah dari kali sapu, Cirebon, dari Syaikh Thalhah inilah Abah Sepuh ( ayah abah anom ) menerima estapeta Tarekat Qodariyah-Naqsabandiyah dan dari Abah Sepuh lantas di turunkan kepada putranya, Abah Anom hingga sekarang.
         Selain ragam tarekat yang telah disebutkan diatas, masih banyak lagi bentuk-bentuk tarekat yang kini berkembang di indoanesia. Di jawa barat berkembang Tarekat Idrisiyah, Qodaryah-Idrisiyah, Syathariyah, Syathariyah-Muhammadiyah, Tarekat Lahir Bathin dan Tarekat Tijaniyah. Nama Tarekat terakhir ini salah satu pusat penyebarannya adalah di Cirebon adapun di Sumatera Selatan berkembang Tarekat Shalawah. Di Jambi selain Naqsyabandiyah juga berkembang Tarekat Mufaridiyah. Sedang di Kalimantan Selatan berkembang Tarekat Qadariyah-Nadsabandiyah serta di sulsel Tarekat Khalwatiyah Saman. Demikian secara ringkas kita dapat mengetahui dan memahami penyebaran dan perkembangan syiar tashawuf di negeri ini[3].
E.      Pengaruh Thoriqoh & Tasawwuf 
         Dalam perkembangannya tarekat-tarekat itu bukan hanya memusatkan perhatian pada tasawuf ajaran-ajaran tentang tazkiyyatun nafsi, tetapi juga mengikuti kegiatan politik. Tarekat mempengaruhi dunia islam mula abad ke-13 kedudukan tarekat saat itu sama dengan partai politik. Bahkan tentara itu juga menjadi anggota tarekat.
         Tarekat keagamaan meluaskan pengaruh dan organisasinya keseluruh pelosok negeri menguasai masyarakat melalui suatu jenjang yang terancang dengan baik, dan memberikan otomomi kedaerahan seluas-luasnya. Disamping itu tarekat pada umumnya hanya berorientasi akhirat, tidak mementingkan dunia, tarekat mengandungkan banyak beribadah saja dan jangan mengikuti dunia ini karena anggapan, “dunia ini adalah bangkai maka yang mengejar dunia ini adalah anjing”. oleh karena itu pada abad ke-19 timbul pemikiran yang sinis terhadap tarekat. Banyak orang yang menentang dan meninggalkan tarekat ini[4].
         Dalam dasawarsa terakhir ini, komunitas sufi mewarnai kehidupan perkotaan. Tak sedikit dari kalangan eksekutif dan selebriti menjadi peserta kursus atau terlibat dalam suatu kamunitas tarekat tertentu. Alasan mereka mencebur kesana memang beraneka ragam. Misalnya, mengejar ketenangan batin atau demi menyelaraskan kehidupan yang gamang.
         Secara antoprologis, sufisme kota di kenal sebagai trend baru di Indonesia sepanjang dua dekade ini. Sebelumnya, sufisme lebih dikenal sebagai gejala beragama di pedesaan. Sufisme kota, kata Muslim Abdurrohman, bisa terjadi minimal karena dua hal: pertama : hijrahnya para pengamal tasawwuf dari desa ke kota, lalu membentuk jamaah atau kursus tasawwuf. Kedua : sejumlah orang kota bermasalah tengah mencari ketenangan ke pusat-pusat tasawwuf di desa. Adapun sufisme secara sederhana didifinisikan sebagi gejala minat masyarakat pada tasawwuf. Sufisme adalah istilah yang popular dalam literatur barat (Sufism), sedangkan dalam literatur arab dan indonesia hingga 1980-an adalah tasawwuf.
         Direktur Tazkia Sejati Jalaluddin Rakhmat, berpendapat bahwa sufisme diminati masyarakat kota sebagai alternatif terhadap bentuk-bentuk keagamaan yang kaku. Sufisme juga menjadi jalan untuk pembebasan.
         Azyumardi Azra, Rektor IAIN Jakarta, telah memetakan dua model utama sufisme masyarakat kota dewasa ini. Pertama : sufisme kontemporer (biasanya berciri longgar dan terbuka siapapun bisa masuk) yang aktivitasnya tidak menjiplak model sufi sebelumnya. Model ini dapat dilihat dalam kelompok-kelompok pengajian eksekutif, seperti Paramadina, Tazkia Sejati, Grend Wijaya dan IIMaN. Model ini pula yang berkembang di kampus-kampus perguruan tinggi umum. Kedua : Sufisme konvesionel. Yaitu gaya sufisme yang pernah ada sebelumnya dan kini diminati kembali. Model ini adalah yang berbentuk tarekat (Qadiriyah Wa Naqsabandiyah, Syatariyah, syadzziliyah, dan lain-lain), ada juga yang nontarekat (banyak di anut kalangan Muhammadiyah yang merujuk tasawwuf  Buya Hamka dan Syekh Khatib al-Minangkabawi)[5].
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
         Thoriqoh adalah bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan.
         Sedangkan tasawwuf adalah program pendidikan yang memfokuskan perhatian kepada pembersihan jiwa manusia dari seluruh penyakit-penyakitnya seperti sombong, ‘ujub (bangga diri atau congkak), angkuh, egois, kikir, marah, riya, dorongan maksiat dan durhaka, hasrat memuaskan diri dan membalas dendam, benci, dengki, menipu, tamak, dan loba.
B.     Saran
         Maka cukuplah Perkataan Al-Imam al-Qusairi.rhm berkata : “Barang siapa yang muraqabah dengan Allah dalam hatinya, maka Allah akan memiliharanya dari perbuatan dosa pada anggota tubuhnya”. Imam tokoh Sufi Sufyan Sauri.rhm juga berpesan : “hendaklah engkau melakukan muraqobah terhadap Dzat yang tidak lagi samar terhadap segala sesuatu, hendaklah engkau selalu mengharap raja’ (pengharapan dengan sangat berharap) terhadap Dzat yang memiliki siksa”[6].
DAFTAR PUSTAKA

Aljazairi, 1976:85
Alquranul karim
Majalah As Sunnah, Edisi 170/ ThKe-2
Majalah Gatra, hal: 65-67, edisi 30
Musnad Ahmad, vol 1, hal 27