Sabtu, 23 November 2013

AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH

Ahlussunnah Wal Jamaah.
          Secara etimologis Ahlussunnah Wal Jamaah terdiri dari tiga kata, yaitu: ahl; keluarga, kelompok, golongan, dan komunitas.  al-sunnah; tradisi, jalan, kebiasaan dan perbuatan. sedang al-jamaah; kebersamaan, kolektifitas, komunitas, mayoritas dan lain-lain. Tiga rangkaian kata diatas, kemudian berkembang menjadi istilah bagi sebuah komunitas muslim yang secara konsisten bepegang teguh kepada tradisi (sunnah) Nabi Muhammad Saw dan sebagai landasan normatif setelah Al-Qur’an, dan selalu mengikuti alur pemikiran dan sikap mayoritas kaum muslimin. Dengan kata lain Ahlussunnah adalah golongan mayoritas. Bila bani Umayyah mengklaim sebagai kelompok mayoritas maka Syiah pun membalasnya dengan klaim yang sama. Bahkan mereka mengatakan bahwa bani Umayyah adalah kelompok separatis. (Ibahim Haokat,As-Siyasah wal Mujtama’i Ashil Umawy, hal 318)
          Pendefenisian Aswaja oleh bani Umayyah tidak mereduksi globalitas konsep Aswaja dalam hadits. Konsepsi Aswaja baru mendapatkan karakteristik politis dan theologis ketika para pendukung Asy’ari memproklamasi kan diri sebagai Aswaja. Meskipun Asy’ari dikenal sebagai theolog maka mazhab yang didirikan adalah mazhab theologi, akan tetapi perbedaan umat Islam dalam aqidah pada waktu itu interen dengan perbedaan politik. Sehingga mazhab theologi Asya’ri juga mencakup pendapat beliau tentang khilafah .
          Al-Baqdhadi (wafat29 H) dalam alfarqu bainal firaq, mengembangkan cakupan Aswaja dan Beliau merumuskan konsepnya dengan karakteristik yang lebih jelas. Beliau juga membagi kelas-kelas Aswaja menjadi delapan yaitu: mutakallimin, fuqaha, muhaditsin,mufassirin,ulamaahl lughah, mutashawwifin, orang-orang yang berjihad dan orang-orang yang mengikuti pendapat ulama Aswaja. Beliau tidak memasukkan Khawarij, Qadariyyah, Syi’ah dan lain-lain dalam kelompok Aswaja karena menurutnya mereka adalah orang-orang yang mencela, mengfasikkan para sahabat bahkan mengkafirkannya. Padahal Aswaja adalah orang yang mengikuti jejak sahabat.


Senin, 04 November 2013

KAJIAN SINGKAT TENTANG THOHAROH.

          Thoharoh ( الطَهارة ) secara etimologi adalah bersih, sedangkan secara terminologi adalah melakukan sesuatu yang mana sholat akan diperbolehkan jika kita melakukan sesuatu itu seperti halnya berwudhu, mandi besar, bertayammun dan meng hilangkan najis. Adapun thuharoh ( الطُهارة ) maka pengertiannya adalah sisa air yang digunakan.
Macam-macam air yang boleh digunakan untuk thoharoh ada tujuh
1-      Air hujan yaitu air yang yturun dari langit.
2-      Air laut
3-      Air sungai
4-      Air sumur
5-      Air yang keluar dari mata air ( sumber )
6-      Air salju
7-      Air embun
Ketujuh air diatas ulama’ biasa mengistilachkan dengan ungkapan yang lebih ringkas dan menyeluruh. Ungkapan itu ialah: segala macam air yang turun dari langit atau bersumber dari bumi.
Kemudiaan air secara hukum penggunaan itu ada 5 macam:
1-      Air yang suci dan dapat mensucikan tampa hukum makruh saat menggunakan. Air semacam ini disebut air mutlak, yaitu air yang tidak memiliki nama husus yang sangat mengikat. Contohnya air muthlak itu seperti air sumur, karna nama sumur pada air itu tidaklah nama yang bersifat sangat mengikat.
2-      Air yang suci dan dapat mensucikan akan tetapi makruh menggunakannya untuk badan. Termasuk air jenis ini ada 3 macam
1-      air yang dipanaskan dengan perantara sinar matahari. Akan tetapi tidak semua air yang dipanaskan dengan perantara sinar matahari itu makruh penggunaannya, karna sesungguhnya yang makruh adalah jika air tersebut saat dipanaskan berada di sebuah tempat air yang dapat berkarat. Dan hukum kemekruhan itu dapat hilang bersamaan dengan mendinginnya air tersebut. Namun menurut imam an-nawawi, beliau mengatakan tidak makruh secara mutlak menggunakan air yang dipanaskan dengan sinar matahari. Karna menurut pandangan beliau, hukum makruh yang diterangkan para ulama’ itu berdasarkan sebuah hadist nabi, dimana nabi pernah melarang ‘aisyah saat akan menggunakan air yang dipanaskan dengan sinar matahari. Kemudian Nabi bersabda:

yang artinya: jangan lakukan itu wahai wanita yang cantik, sesungguhnya itu menyebabkan penyakit kusta.
Ini Adalah sebuah ketetapan hukum dengan berdasarkan sebuah hadist yang dinyatakan dho’if oleh sebagian ahli hadist.
2-      air yang sanat panas
3-      air yang sangat dingin.

3-      Air yang suci akan tetapi tidak dapat mensucikan. Bagian air ketiga ini ada tiga macam:

1-      Air  sedikit yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadast.
2-      Air yang sudah digunakan untuk menghilangkan najis, selama air bekas tersebut tidak mengalami perubahan dalm warna, bau, dan rasa dari sebelumnya. Serta tidak bertambah volume beratnya setelah digunakan mencuci najis, setelah mempertimbangkan berkurangnya air karna diserap oleh sesuatun yang dicuci.
3-      Air yang berubah karna dicampuri sesustu yang suci dengan perubahan yang dapat menghilangkan kemutlakan air, baik perubahan tersebut secara nyata maupun perkiraan. Seperti contoh, air kopi, air teh, air mawar dan lain-lain. Maka tetap dihukumi air yang suci mensucikan jika perubahannya disebabkan seuatu yang mendekatinya saja bukan mencampurinya atau disebabkan oleh sesuatu yang tidak bisa dihindari oleh air seperti tanah dan lumut.
4-      air yang najis. Bagian air ini ada dua macam:
1-      air yang sedikit, yaitu air yang kurang dari dua qullah yang kejatuhan najis yang tidak dima’fu, baik mengalami perubahan maupun tidak.
2-      Air yang banyak, yaitu air yang lebih dari dua qullah yang kejatuhan najis dan dia mengalami perubahan, baik dalam warnanya, baunya, maupun rasanya.
5-      Air yang suci dan mensucikan, akan tetapi hukumnya haram digunakan. Air semacam ini banyak contohnya, seperti: wudhu’ dengan menggunakan air yang disediakan husus buat minum, wudhu dengan air curian, dan lain-lain.
Thoharoh sendiri itu terbagi menjadi dua bagian:
1-      Thoharoh dari hadast. Thoharoh dari hadast itu terdapat dua macam:
1- thoharoh dari hadast kecil.
2-  thoharoh dari hadast besar.
2-      Thoharoh dari najis. Dan thorah bagian ini terdapat tiga macam sesuai dengan jenis najisnya dan cara mensucikannya.
1- thoharoh dari najis ringan (mukhoffafah).
2- thoharoh dari najis sedang (mutawassitoh). Dan,
3-      thoharoh dari najis berat (mugholladhoh).
Untuk thoharoh dari hadast kecil agama memberikan aturan berwudhu jika dalam keadaan normal dan bertayammum dalam keadaan darurat.
Wudhu sendiri itu memilikie enam rukun:
1-      niat, hakekat dari niat menurut agama ialah: menghunduki sesuatu disertai dengan mengerjakannya, maka apabila menghendaki sesuatu akan tetapi tidak seegera  mengerjakannya, maka itu disebut dengan azm. Oleh karnanya niat dalam wudhu  itu haruslah dikerjakan saat membasuh bagian yang pertama dari wajah, tidak saat wajah terbasuh semua, tidak sebelumnya, dan tidak pula sesudahnya. Mengenai kalimat niatnya bisa dengan berbagai bentuk. Diantaranya: berniat menghilangka hadast dari semua hadast-hadastnya, berniat agar diperbolehkan mengerjakan sesuatu yang membutuhkan terhadap wudhu, berniat melakukan fardhunya wudhu, berniat wudhu saja, berniat bersesuci dari hadast. Untuk kalimat niat yang paling akhir, apabila dihilangkan lafadz hadastnya maka itu belum cukup. Dan apabila seseorang sudah berniat wudhu secra benar, kemudian dia sisipkan niat-niat ( tujuan ) yang lain, seperti berniat membersihkan anggota yang dibasuh atau berniat mendinginkannya, maka hukumnya boleh dan wudhunya tetap sah.
2-      Membasuh keseluruhan muka. Adapun batas muka dari segi panjangnya adalah dari bagian tempat tumbuhnya rambut di kepala sampai dengan janggut. Sedangkan dari sisi lebarnya adalah dari telinga yang satu sampai telinga yang lainnya. Perlu difahami, bahwa apabila muka seseorang ditumbuhi rambut, baik rambut tersebut tebal maupun tipis, maka hukum menyampaikan air wudhu pada kulit muka saat berwudhu adalah wajib. Adapun jenggotnya seorang laki-laki yang sangat lebat, sekiranya orang yang sedang berckap-cakap dengannya tidak dapat melihat warna kulit dibawah jenggotnya, maka hukumnya cukup membasuh bagian luar jenggotnya saja tanpa harus mengenai kulitnya. Beda halnya adalah jenggot yang tipis, maka hukum menyampaikan air kekulit dibawahnya adalah wajib. Hukumnya wajib menyapaikan air ke kulit bawah jenggot  juga adalah jika yang tumbuh jenggotnya adalah seorang wanita, baik jenggotnya tumbuh secara lebat maupun tipis.
3-      Membasuh kedua tangan sampai siku-siku, dan apabila seseorang  tidak punya siku-siku maka cukup baginya mengkira-kirakan. Dan wajib juga hukumnya membasuh sesuatu yang ada dikedua tangan seperti rambut yang tumbuh, tumor, kelebihan jari-jari serta kuku. Dan hukumnya wajib juga menghilangkan kotoran yang terdapat dibawah jari-jari karna dapat mencegah sampainya air kekulit.
4-      Mengusap sebagian kepala baik laki-laki, perempuan maupun kaum waria, atau mengusap sebagian rambut selama masih dalam batasan kepala. Dan hukum mengusap tidak ditentukan harus memakai tangan, bahkan dinyatakan cukup mengusap menggunakan kain dan sejenisnya. Dan apabila seseorang membasuh kepalanya sebagai ganti dari mengusap maka hukumnya diperbolehkan. Dan apabila seseorng meletakkan tangannya yang dibasahi di atas kepalanya dengan berniat mengusap sebagian kepala walaupun dia tidak menggerak-gerakkannya maka hukumnya juga cukup.
5-      Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki selama orang yang berwudhu tersebut tidak memakai huf. Dan apabila seseorang yang berwudhu memakai huf, maka yang wajib atasnya iyalah diperbolehkan memilih antara mengusap hufnya atau membasuh kakinya. Dan wajib hukumnya membasuh apa saja yang terdapat pada kedua kaki, sebagaimana wajibnya membasuh apa saja yang ada pada kedua tanagan.
6-      Berurutan dalam mengejarkan amaliah wudhu sebagaiman yang telah kami sebutkan. Apabila seseorang yang berwudhu lupa akan tartib ( berurutan ), maka wudhunya tidak cukup. Dan apabila seseorang membasuh keempat anggotanya secara bersamaan, maka yang hilang hanya hadast wajahnya saja.
Perkara-perkara yang menyebabkan hadast kecil
Perkara yang menyebabkan hadast kecil itu ada lima.
1-      Segala sesuatu yang keluar dari dua jalan ( qubul dan dubur ), baik sesuatu yang keluar itu sudah terbiasa seperti air seni dan tinja, atau langka seperti darah dan kerikil, baik sesuatu yang keluar itu najis seperti contoh-contoh diatas, atau suci sebagaimana contoh cacing. Kecuali yang keluar adalah seperma, maka hukumnya tidaklah batal akan tetapi mewajibkan mandi. Adapun orang yang memiliki dua alat kelamin depan ( penis dan vagiana ), maka untuknya yang menyebabkan hadast kecil adalah jika kedua jalan tersebut sudah mengeluarkan sesuatu secara keseluruhan.
2-      Tidur pada posisi selain yang menetapkan pantatnya pada tempat duduknya. Maka hukum tidur selain pada posisi yang menetapkan pantatnya pada tempat duduk adalah tidur yang menyebabkan hadast.
3-      Hilangnya akal disebabkan mabuk, sakit, gila, epilepsi dan sejenisnya.
4-      Menyentuhnya seorang laki-laki terhadap wanita yang bukan muhrimnya atau sebaliknya dengan tampa adanya penghalang, walaupun yang disentuh sudah meninggal. Persentuhan dalam masalah ini adalah jika antara keduanaya sudah sampai batas usia yang menimbulkan syahwat. Yang dikehendaki dengan muhrim adalah orang yang haram dinikah baik karna nasab, persusuan, atau ikatan kekeluargaan melalui perkawinan ( mushoharoh ).

5-      Menyentuh kemaluan manusia jalan depan maupun belakang dengan menggunakan telapak tangan, baik kepunyaannya sendiri atau kepunyaan orang lain, baik kepunyaannya laki-laki atau perempuan, baik kepunyaannya anak-anak atu orang dewasa, baik kepunyaannya orang yang masih hidup atau sudah meninggal. ( terjemah dari fathul qorib al-mujib )
OLEH: NURUL ASYHAR.

Jumat, 18 Oktober 2013

TUGAS FATHUL MU'IN


(و) شرط (في الولي عدالة وحرية وتكليف) فلا ولاية لفاسق غير الامام الاعظم لان الفسق نقص يقدح في الشهادة فيمنع الولاية كالرق. هذا هو المذهب للخبر الصحيح لا نكاح إلا بولي مرشد أي عدل. وقال بعضهم: إنه يلي.
والذي اختاره النووي - كابن الصلاح والسبكي - ما أفتى به الغزالي من بقاء الولاية للفاسق حيث تنتقل لحاكم فاسق.
Dan disyaratkan dalam wali nikah yaitu orangnya yang adil, merdeka, dan mukallaf (dewasa dan berakal sempurna). Maka tidak ada perwalian bagi orang yang fasiq kecuali yang fasiq adalah imam a’dhom (presiden / para nuwwabnya) karna sesungguhnya kefasiqan tergolong cacat didalam sebuah persaksian, maka iapun menjadi penghalang dalam  perwalian sebagaimana sifat riqqu (hamba sahaya). Ini adalah sesuai madzhab, karna adanya hadist shohih “ tiada pernikahan kecuali dengan wali yang adil “. Dan sebagian ulama’ berkata: sesungguhnya orang fasiq itu bisa jadi wali. Adapun pendapat yang dipilih oleh imam Nawawi -sebagaimana imam Ibnu Sholah dan Assubki- adalah sebagaimana yanag difatwakan oleh imam Al-Ghozali yaitu tetapnya perwalian bagi orang fasiq jika sekiranaya kalaupun perwalian dipindah, akan ditangani oleh hakim yang juga fasiq.
ولو تاب الفاسق توبة صحيحة زوج حالا على ما اعتمده شيخنا كغيره، لكن الذي قاله الشيخان إنه لا يزوج إلا بعد الاستبراء، - واعتمده السبكي –
Dan apabila wali yang fasiq sudah bertaubat dengan taubat yang benar, maka dia boleh menikahkan seketika sebagaimana pendapat yang dibuat pegangan guru kami dan yang lainnya. Akan tetapi pendapat yang dikatakan oleh imam Nawawi dan Ar-Rofi’i “ sesungguhnya dia tidak boleh menikahkan kecuali setelah masa istibro’ (pembebasan dari sifat fasiq yaitu selama satu tahun dia tidak mengulangi kefasikannya) –dan ini adalah pendapat yang dibuat pegangan oleh imam Assubki-
ولا لرقيق كله أو بعضه لنقصه ولا لصبي ومجنون لنقصهما أيضا وإن تقطع الجنون تغليبا لزمنه المقتضي لسلب العبارة فيزوج الابعد زمنه فقط ولا تنتظر إفاقته. نعم: إن قصر زمن الجنون كيوم في سنة انتظرت إفاقته، وكذي الجنون ذو ألم يشغله عن النظر بالمصلحة ومختل النظر بنحو هرم ومن به بعد الافاقة آثار خبل توجب حدة في الخلق
Dan tidak boleh jadi wali bagi orang yang bersetatus roqiq (budak / hamba sahaya) baik sifat roqiqnya keseluruhan maupun sebagian karna itu termasuk cacat. Dan tidak boleh jadi wali juga adalah anak kecil dan orang gila karna itu juga termasuk sifat cacat, walaupun penyakit gila tersebut sifatnya terputus-putus (kadang-kadang) karna memenangkan terhadap waktu yang menuntut tidak dianggapnya sebuah ungkapan (masa gila). maka yang menikahkan adalah  wali yang lebih jauh disaat wali yang lebih dekat dalam keadaan gila dan tidak perlu menunggunya untuk sembuh. Ya benar demikian, akan tetapi jika masa gilanya wali yang lebih dekat itu sebentar saja sebagaimana satu hari dalam satu tahaunnya, maka perlu ditunggu kesembuhannya. Begitu juga menjadi penghalang perwalian adalah gila yang terasa sakit yang dapat mengganggu berfikir yang baik (maslahat) dan orang yang terganggu pemikirannya sebagaimana pikun dan ataupun orang yang sudah sembuh dari gilanya hanya saja masih terdapat bekas kekacauan dalam pikiran yang mengakibatkan sifat chiddah (kasar) dalam berperilaku.
(وينقل ضد كل) من الفسق والرق والصبا والجنون (ولاية لابعد) لا لحاكم - ولو في باب الولاء - حتى لو أعتق شخص أمة ومات عن ابن صغير وأخ كبير كانت الولاية للاخ لا للحاكم على المعتمد.
Dan kebalikan dari tiap-tiap yang telah disebutkan yaitu seperti kefasiqan, kebudakan, sifat kanak-kanak dan gila, itu dapat memindahkan wilayah kewalian terhadap wali yang lebih jauh, tidak kok pindah kepada hakim –walaupun dalam masalah wala’ – sehingga andai saja ada seseorang memerdekakan seorang amat (budak perempuan) kemudian orang itu meninggal dengan meninggalkan anak kecil dan saudara laki-laki yang besar maka kewalian akan pindah kepada saudaranya tidak kok pindah kepada hakim menurut pendapat yang mu’tamad (dibuat pegangan).
ولا ولاية أيضا لانثى فلا تزوج امرأة نفسها - ولو بإذن من وليها - ولا بناتها خلافا لابي حنيفة فيهما.
Dan tidak ada kewalian juga bagi seorang perempuan, maka dia tidak bisa menikahkan dirinya sendiri –walaupun sudah dapat izin dari walinya- dan tidak bisa menikahkan anak perempuannya, beda halnya menurut pendapat Abi Hanifah dalam dua masalah ini.
ويقبل إقرار مكلفة به لصدقها وإن كذبها وليها لان النكاح حق الزوجين فيثبت بتصادقهما
Dan dapat diterima pengakuan seorang wanita dewasa dengan sebuah pernikahan karna suami yang membenarkan walaupun wali dari wanita tersebut membohongkan (tidak percaya), karna sesungguhnya pernikahan adalah hak suami istri, maka hal itu bisa ditetapkan bila mereka berdua saling membenarkan.

Selasa, 27 Agustus 2013

Aswaja dalam Konteks Historis


      Aswaja dalam Konteks Historis

          Kaum muslimin pada masa Rasullullah SAW adalah umat yang satu, tidak terkotak-kotak dalam aneka kecenderungan, baik kabilah, paham keagamaan, ataupun visi sosial politik. Segala masalah yang muncul segera teratasi dengan turunnya wahyu dan disertai dengan pengarahan dari Rasullulah SAW. Walaupun tradisi kaum muslimin yang cukup dinamis dan terkendali pada waktu itu. Konon Rasulullah SAW sering memfrediksi “kondisi nyaman” ini akan segera pudar sepeninggal beliau. Prediksi Rasullulah SAW itu terungkap dalam beberapa hadits, yang biasanya diawali dengan kata-kata “saya’ti ala ummati Zaman” (umatku akan sampai pada suatu masa), “sataf tariqu ummati” (umatku akan terpecah) dan seterusnya.
          Berdasarkan hadits “model Prediksi” itulah istilah Ahlusunnah Wal Jamaah ditemukan. Rasulullah SAW.bersabda :”Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, hanya satu golongan yang selamat dan yang lain binasa”. Ditanyakan :Siapakah golongan yang selamat itu ? Rasulullah menjawab Ahlussunnah Wal Jamaah. Ditanyakan: apa Ahlussunnah Wal Jamaah itu ?. Rasulullah menjawab: “apa yang aku dan sahabat-sahabatku lakukan saat ini”
Hadits “iftiraqul ummah” diatas seperti yang dikatakan Abdul Qahir, mempunyai banyak isnad dan banyak sahabat yang meriwayatkannya. Namun demikian, ulama berbeda pendapat tentang keshahihan hadits tersebut.
          Yang pertama: berpendapat dhaif dengan hujjah tak satu pun dari sekian isnad yang tidak mengandung perawi dhaif . Yang kedua: berpendapat muhtajju bihi dengan alasan: meskipun tidak satu pun isnad yang tidak mengandung perawi dhaif tapi banyaknya isnad dan sahabat yang meriwayatkan, memperkuat dugaan adanya hadits tersebut.(lihat :Al-Baghdady, Al-farqu Bainal firaq,Hal 7 catatan kaki).
          Aswaja yang akan muncul kemudian, sudah dikenal sejak masa Rasulullah SAW, tetapi Aswaja sebagai realitas komunitas muslim belum ada pada masa itu. Atau dengan kata lain kaum muslimin pada masa Rasulullah itulah Aswaja; berdasarkan hadits tadi “ma ana alaihi al-yauma wa ashhabi” bahwa aswaja adalah sikap dan amalan yang kulakukan sekarang bersama sahabat-sahabatku. Jadi amalan (Sunnah) Rasul yang bersama para sahabat itulah yang disebut Aswaja. “iftiragul ummah” dari prediksi Rasul menjadi kenyataan dan adanya satu firqah (golongan) yang selamat, sudah dikenal pada masa sahabat. Akan tetapi klaim sebagai Aswaja belum ada pada masa sahabat.
          Setelah beliau wafat, kecenderungan politik dengan segala frediksinya mulai tampak ke permukaan, antara golongan Anshar, Muhajirin, dan Ahlul Bait. Tetapi .frediksi itu segera teratasi, setelah mayoritas umat sepakat membaiat Abu Bakar, kemudian Umar, Usman, dan Ali sebagai pimpinan tertinggi kaum muslimin (khalifah-Khulafa). Tetapi itu bukan berarti frediksi kecenderungan politik pudar pada masa yang dikenal dengan era Khulafa al-.Rasyidin itu. Frediksi itu terus berkembang dan menunggu waktu yang kondusif untuk muncul.
          Berangkat dari wafatnya sayyidina usman sebagai fitnah kubra I yang segera diikuti perang shiffin sebagai fitnah kubra II, visi dan friksi kaum muslimin sudah sulit untuk disatukan kembali. Semua golongan yakin akan “kebenaran” visinya. Atas dasar keyakinan itulah semua golongan membangun tradisi intelektual dari semua lini disiplin ilmu keislaman yang berkembang. Landasan tradisi intelektual diatas, akhirnya semakin kokoh, setelah kaum muslimin berinteraksi dengan ragam budaya lokal, seperti Parsi, India, Asyuri, Finiqi, Zoroaster Masehi, Yahudi, dan yang paling menonjol adalah tradisi Hellenisme Yunani.

Jumat, 16 Agustus 2013

TOKOH NU X


K.H. Abdurrahman Wahid
 Saat Muktamar Nahdlatul Ulama di Situbondo, Jawa Timur, tahun 1984, sempat terjadi suasana yang panas. Bukan hanya karena konflik kubu Situbondo dan kubu Cipete, melainkan juga karena kubu Situbondo terancam pecah akibat K.H. Machrus Ali, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, menolak K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi ketua umum Tanfidziyah Pengurus Besar NU apabila tidak mau melepaskan jabatannya sebagai ketua Dewan Kesenian Jakarta. Alasannya, ketua umum PBNU tidak pantas ngurusi “kethoprak”.
Namun ternyata Gus Dur tidak mau mundur. Ia bersikeras lebih baik tidak jadi ketua umum PBNU daripada melepas jabatan ketua DKJ. Sikap keras Gus Dur sekilas tampak agak menyimpang dari tradisi keulamaan NU, yakni tunduk kepada kiai. Apalagi K.H. Machrus saat itu rais Syuriyah Pengurus Wilayah NU Jawa Timur. Masalahnya kemudian terselesaikan saat K.H. Achmad Sidiq dari Jember bercerita kepada K.H. Machrus Ali. Ia bermimpi melihat K.H. Wahid Hasyim, ayah Gus Dur, berdiri di atas mimbar. Spontan K.H. Machrus berubah, sikap mendukung Gus Dur tanpa syarat. Ia menakwilkan mimpi itu, K.H. Wahid Hasyim merestui Gus Dur.
Sekalipun lebih tua, K.H. Machrus tawadhu kepada K.H. Wahid Hasyim, karena K.H. Wahid Hasyim adalah putra Hadratusy Syaikh K.H. Hasyim Asy`ari, pendiri NU dan gurunya. Akhirnya Gus Dur terpilih sebagai ketua umum PBNU, dan pada dua muktamar berikutnya ia kembali terpilih sebagai ketua umum. Maka selama lima belas tahun (1984-1999) NU berada dalam kendali Gus Dur. Kejadian di tahun 1984 itu menunjukkan kuatnya tradisi keulamaan di tubuh NU. Dua pilar dalam tradisi itu adalah nasab, yaitu atas dasar hubungan darah, dan hubungan patronase kiai-santri atau guru-murid.
Gus Dur memiliki nasab yang sangat kuat, baik dari jalur ayah maupun ibu. Selain cucu K.H. Hasyim Asy-ari dari jalur ayah, ia pun cucu K.H. Bisri Syansuri dari jalur ibu. K.H. Bisri Syansuri, rais am ketiga NU dan pengasuh Ponpes Denanyar, Jombang, adalah ayahanda Hj. Solichah Wahid Hasyim, ibunda Gus Dur. Dalam hubungan patronase kiai-santri, Ponpes Tebuireng merupakan ”kiblat”, khususnya semasa K.H. Hasyim Asy`ari. Banyak kiai besar yang belajar di Tebuireng. Dalam tradisi keulamaan NU, penghormatan seorang santri kepada putra kiainya sama dengan kepada kiainya. Bahkan, sampai kepada cucu kiainya. Karena itu, putra atau cucu kiai dipanggil “Gus”.
Wajar jika Gus Dur memiliki superioritas tinggi di mata nahdliyin. Apalagi, ia juga memiliki kemampuan keilmuan yang dipandang sangat tinggi di antara para tokoh NU. Meskipun tidak dikenal sebagai spesialis dalam salah satu atau bebrapa cabang ilmu keislaman, ia sangat menguasai kitab salaf/klasik, juga kitab-kitab kontemporer yang disusun para ulama di masa belakangan. Selain mumpuni dalam ilmu-ilmu agama, ia pun menguasai berbagai ilmu lain dengan wawasan yang sangat luas.
Di masa Gus Dur, pamor NU terus menaik. Ia berhasil membawa NU menjadi kekuatan yang berskala nasional sebagai pengimbang kekuasaan, yang waktu itu tak terimbangi oleh siapa pun. Setelah sebelumnya kurang diperhitungkan, kecuali di saat-saat pemilu, NU kemudian berubah menjadi betul-betul dikenal dan dihormati banyak pihak, baik dari dalam maupun luar negeri. Jika sebelumnya jarang dibicarakan orang, dalam waktu singkat NU berubah menjadi obyek studi dari banyak sarjana di mana-mana. Semua itu tak dapat dilepaskan dari peran Gus Dur, baik sebagai ketua umum PBNU maupun sebagai pribadi dalam berbagai kapasitasnya.
Ya, Gus Dur memang punya kharisma yang besar di mata para kiai, apalagi di depan umatnya. Umat NU ketika itu sedang mencari tokoh yang menjadi jendela menuju dunia modern. Ada kebanggaan di kalangan NU terhadap Gus Dur, karena ia membawa pesantren dan NU ke dunia luar yang luas. Ia membuka masyarakat NU untuk sadar bahwa kita hidup dalam dunia global. Sejak di bawah kepemimpinan Gus Dur, peran NU sebagai jam`iyyah maupun peran tokoh-tokohnya sebagai individu dari waktu ke waktu semakin kuat dan terus meluas, termasuk dalam politik.
Meskipun secara resmi NU telah menyatakan diri kembali ke khiththah dan tidak lagi berpolitik praktis, pengaruh politiknya tak pernah surut, bahkan semakin menguat. Tokoh-tokoh NU yang terlibat di pentas politik, meskipun tidak mengatasnamakan NU. Munculnya PKB dan partai-partai baru lainnya sangat mengandalkan dukungan warga NU. Dinamika politik kemudian terus bergulir. Hanya berselang setahun tiga bulan setelah pendirian PKB, akhirnya pada bulan Oktober 1999 Gus Dur terpilih sebagai presiden RI yang keempat melalui pemilihan langsung yang dramatis di MPR. Itulah puncak karier NU di pentas politik. Bill/AY
 Pengabdian Sebagai Presiden RI ke-4
Pasca kejatuhan rezim Orde Baru pada 1998, Indonesia mengalami ancaman disintegrasi kedaulatan negara. Konflik meletus dibeberapa daerah dan ancaman separatis semakin nyata. Menghadapi hal itu, Gus Dur melakukan pendekatan yang lunak terhadap daerah-daerah yang berkecamuk. Terhadap Aceh, Gus Dur memberikan opsi  referendum otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur.  Pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dilakukan Gus Dur dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. 
Netralisasi  Irian Jaya, dilakukan Gus Dur pada 30 Desember 1999 dengan mengunjungi ibukota Irian Jaya. Selama kunjungannya, Presiden Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua. Sebagai seorang Demokrat saya tidak bisa menghalangi keinginan rakyat Aceh untuk menentukan nasib sendiri. Tetapi sebagai seorang republik, saya diwajibkan untuk menjaga keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia.
Presiden Abdurrahman Wahid dalam wawancara dengan Radio Netherland
Benar… Gus Dur-lah menjadi pemimpin yang meletak fondasi perdamaian Aceh. Pada pemerintahan Gus Dur-lah, pembicaraan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Indonesia menjadi terbuka. Padahal, sebelumnya, pembicaraan dengan GAM sesuatu yang tabu, sehingga peluang perdamaian seperti ditutup rapat, apalagi jika sampai mengakomodasi tuntutan kemerdekaan. Saat sejumlah tokoh nasional mengecam pendekatannya untuk Aceh, Gus Dur tetap memilih menempuh cara-cara penyelesaian yang lebih simpatik: mengajak tokoh GAM duduk satu meja untuk membahas penyelesaian Aceh secara damai. Bahkan, secara rahasia, Gus Dur mengirim Bondan Gunawan, Pjs Menteri Sekretaris Negara, menemui Panglima GAM Abdullah Syafii di pedalaman Pidie. Di masa Gus Dur pula, untuk pertama kalinya tercipta Jeda Kemanusiaan.
Selain usaha perdamaaian dalam wadah NKRI, Gus Dur disebut sebagai pionir dalam mereformasi militer agar keluar dari ruang politik. Dibidang pluralisme, Gus Dur menjadi Bapak “Tionghoa” Indonesia.  Dialah tokoh nasional yang berani membela orang Tionghoa untuk mendapat hak yang sama sebagai warga negara.  Pada tanggal 10 Maret 2004, beberapa tokoh Tionghoa Semarang memberikan penghargaan KH Abdurrahman Wahid sebagai “Bapak Tionghoa”. Hal ini tidak lepas dari jasa Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional yang kemudian diperjuangkan menjadi Hari Libur Nasional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Dan atas jasa Gus Dur pula akhirnya pemerintah mengesahkan Kongfucu sebagai agama resmi ke-6 di Indonesia.
Selain berani membela hak minoritas etnis Tionghoa, Gus Dur juga merupakan pemimpin tertinggi Indonesia pertama yang menyatakan permintaan maaf kepada para keluarga PKI yang mati dan disiksa (antara 500.000 hingga 800.000 jiwa) dalam gerakan pembersihan PKI oleh pemerintahan Orde Baru. Dalam hal ini, Gus Dur memang seorang tokoh pahlawan anti diskriminasi. Dia menjadi inspirator pemuka agama-agama untuk melihat kemajemukan suku, agama dan ras di Indonesia sebagian bagian dari kekayaan bangsa yang harus dipelihara dan disatukan sebagai kekuatan pembangunan bangsa yang besar.
Dalam kapasitas dan ‘ambisi’-nya, Presiden Abdurrahman Wahid sering melontarkan pendapat kontroversial. Ketika menjadi Presiden RI ke-4, ia tak gentar mengungkapkan sesuatu yang diyakininya benar kendati banyak orang sulit memahami dan bahkan menentangnya. Kendati suaranya sering mengundang kontroversi, tapi suara itu tak jarang malah menjadi kemudi arus perjalanan sosial, politik dan budaya ke depan. Bahkan dia juga tak gentar menyatakan sesuatu yang berbeda dengan pendapat banyak orang. Jika diselisik, kebenaran itu memang seringkali tampak radikal dan mengundang kontroversi.
Dan apabila kita menilik pada pemikirannya, maka akan kita dapatkan bahwa sebagian besar pendapatnya jauh dari interes politik pribadi atau kelompoknya. Ia berani berdiri di depan untuk kepentingan orang lain atau golongan lain yang diyakninya benar. Malah sering seperti berlawanan dengan suara kelompoknya sendiri. Juga bahkan ketika ia menjabat presiden, sepetinya jabatan itu tak mampu mengeremnya untuk menyatakan sesuatu. Sepertinya, ia melupakan jabatan politis yang empuk itu demi sesuatu yang diyakininya benar. Sehingga saat ia menjabat presiden, banyak orang menganggapnya aneh karena sering kali melontarkan pernyataan yang mengundang kontroversi.
Selama menjadi Presiden RI itu, Gus Dur mendapat kritik karena seringnya melakukan kunjungan ke luar negeri sehingga dijuliki “Presiden Pewisata“. Pada tahun 2000, muncul dua skandal yang menimpa Presiden Gus Dur yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Pada bulan Mei 2000, BULOG melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal Bruneigate.
Dua skandal “Buloggate” dan “Brunaigate” menjadi senjata bagi para musuh politik Gus Dur untuk menjatuhkan jabatan kepresidenannya. Pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan. Gus Dur kemudian mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR.
Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memberhentikan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri. Itulah akhir perjalanan Gus Dur menjadi Presiden selama 20 bulan. Selama 20 bulan memimpin, setidaknya Gus Dur telah membantu memimpin bangsa untuk berjalan menuju proses reformasi yang lebih baik. Pemikiran dan kebijakannya yang tetap mempertahankan NKRI dalam wadah kemajukan berdemokrasi sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila merupakan jasa yang tidak terlupakan.
 Hal-Hal Positif dari Gus Dur
Mantan Ketua DPP PKB, Hermawi Taslim yang selama 10 tahun terakhir turut bersama Gus Dur dalam segala aktivitasnya mengungkapkan tiga prinsip dalam hidup Gus Dur yang selalu ia sampaikan kepada orang-orang terdekatnya.
            Pertama :  Akan selalu berpihak pada yang lemah.
            Kedua : Anti-diskriminasi dalam bentuk apa pun.
            Ketiga : Tidak pernah membenci orang, sekalipun disakiti.
Gus Dur merupakan salah tokoh bangsa yang berjuang paling depan melawan radikalisme agama. Ketika radikalisme agama sedang kencang-kencangnya bertiup, Gus Dur menantangnya dengan berani. Dia bahkan mempersiapkan pasukan sendiri bila harus berhadapan melawan kekerasan yang dipicu agama. Gus Dur menentang semua kekerasan yang mengatasnamakan agama. Dia juga pejuang yang tidak mengenal hambatan. Gus Dur dalam pemerintahannya telah menghapus praktik diskriminasi di Indonesia. Tak berlebihan kiranya bila negara dan rakyat Indonesia memberikan penghargaan setinggi-tingginya atas darma dan baktinya. Layak kiranya Gus Dur mendapat penghargaan sebagai Bapak Pluralisme dan Demokratisasi di Indonesia.
Doktor kehormatan dan Penghargaan Lain
Dikancah internasional, Gus Dur banyak memperoleh gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dibidang humanitarian, pluralisme, perdamaian dan demokrasi  dari berbagai lembaga pendidikan diantaranya :
            Doktor Kehormatan dari Jawaharlal Nehru University, India (2000)
            Doktor Kehormatan dari Twente University, Belanda (2000)
            Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Sorborne University, Paris, Perancis (2000)
            Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Thammasat University, Bangkok, Thailand (2000)
            Doktor Kehormatan dari Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand (2000)
            Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)
            Doktor Kehormatan dari Soka Gakkai University, Tokyo, Jepang (2002)
            Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Netanya University, Israel (2003)
            Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Konkuk University, Seoul, Korea Selatan (2003)
            Doktor Kehormatan dari Sun Moon University, Seoul, Korea Selatan (2003)
Penghargaan-penghargaan lain :
            Penghargaan Dakwah Islam dari pemerintah Mesir (1991)
            Penghargaan Magsaysay dari Pemerintah Filipina atas usahanya mengembangkan hubungan antar-agama di Indonesia (1993)
            Bapak Tionghoa Indonesia (2004)
            Pejuang Kebebasan Pers
Selamat Jalan Gus Dur
Gus Dur wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit, terutama gangguan ginjal, yang dideritanya sejak lama. Sebelum wafat ia harus menjalani hemodialisis (cuci darah) rutin. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur. Gus Dur di makamkan di Jombang Jawa Timur. Selamat jalan Gus Dur. Terima kasih atas pengabdian dan sumbangsihnya bagi rakyat dan bangsa ini. Jasa-jasamu dalam perjuangan Demokrasi dan Solidaritas antar umat beragama di Indonesia tidak akan kami lupakan. Semoga amal-jasa-ibadahnya mendapat balasan yang berlipat ganda. Amin...