Thoharoh ( الطَهارة ) secara etimologi adalah bersih, sedangkan
secara terminologi adalah melakukan sesuatu yang mana sholat akan diperbolehkan
jika kita melakukan sesuatu itu seperti halnya berwudhu, mandi besar,
bertayammun dan meng hilangkan najis. Adapun thuharoh ( الطُهارة ) maka pengertiannya adalah sisa air yang
digunakan.
Macam-macam air yang boleh digunakan untuk thoharoh ada tujuh
1-
Air
hujan yaitu air yang yturun dari langit.
2-
Air
laut
3-
Air
sungai
4-
Air
sumur
5-
Air
yang keluar dari mata air ( sumber )
6-
Air
salju
7-
Air
embun
Ketujuh air diatas ulama’ biasa mengistilachkan dengan ungkapan
yang lebih ringkas dan menyeluruh. Ungkapan itu ialah: segala macam air yang
turun dari langit atau bersumber dari bumi.
Kemudiaan air secara hukum penggunaan itu ada 5 macam:
1-
Air
yang suci dan dapat mensucikan tampa hukum makruh saat menggunakan. Air semacam
ini disebut air mutlak, yaitu air yang tidak memiliki nama husus yang sangat
mengikat. Contohnya air muthlak itu seperti air sumur, karna nama sumur pada
air itu tidaklah nama yang bersifat sangat mengikat.
2-
Air
yang suci dan dapat mensucikan akan tetapi makruh menggunakannya untuk badan.
Termasuk air jenis ini ada 3 macam
1-
air
yang dipanaskan dengan perantara sinar matahari. Akan tetapi tidak semua air
yang dipanaskan dengan perantara sinar matahari itu makruh penggunaannya, karna
sesungguhnya yang makruh adalah jika air tersebut saat dipanaskan berada di
sebuah tempat air yang dapat berkarat. Dan hukum kemekruhan itu dapat hilang
bersamaan dengan mendinginnya air tersebut. Namun menurut imam an-nawawi,
beliau mengatakan tidak makruh secara mutlak menggunakan air yang dipanaskan
dengan sinar matahari. Karna menurut pandangan beliau, hukum makruh yang
diterangkan para ulama’ itu berdasarkan sebuah hadist nabi, dimana nabi pernah
melarang ‘aisyah saat akan menggunakan air yang dipanaskan dengan sinar
matahari. Kemudian Nabi bersabda:
yang artinya: jangan lakukan itu wahai wanita yang cantik,
sesungguhnya itu menyebabkan penyakit kusta.
Ini Adalah sebuah ketetapan hukum dengan berdasarkan sebuah hadist
yang dinyatakan dho’if oleh sebagian ahli hadist.
2-
air
yang sanat panas
3-
air
yang sangat dingin.
3-
Air
yang suci akan tetapi tidak dapat mensucikan. Bagian air ketiga ini ada tiga
macam:
1-
Air sedikit yang sudah digunakan untuk
menghilangkan hadast.
2-
Air
yang sudah digunakan untuk menghilangkan najis, selama air bekas tersebut tidak
mengalami perubahan dalm warna, bau, dan rasa dari sebelumnya. Serta tidak
bertambah volume beratnya setelah digunakan mencuci najis, setelah
mempertimbangkan berkurangnya air karna diserap oleh sesuatun yang dicuci.
3-
Air
yang berubah karna dicampuri sesustu yang suci dengan perubahan yang dapat
menghilangkan kemutlakan air, baik perubahan tersebut secara nyata maupun
perkiraan. Seperti contoh, air kopi, air teh, air mawar dan lain-lain. Maka
tetap dihukumi air yang suci mensucikan jika perubahannya disebabkan seuatu
yang mendekatinya saja bukan mencampurinya atau disebabkan oleh sesuatu yang
tidak bisa dihindari oleh air seperti tanah dan lumut.
4-
air
yang najis. Bagian air ini ada dua macam:
1-
air
yang sedikit, yaitu air yang kurang dari dua qullah yang kejatuhan najis yang
tidak dima’fu, baik mengalami perubahan maupun tidak.
2-
Air
yang banyak, yaitu air yang lebih dari dua qullah yang kejatuhan najis dan dia
mengalami perubahan, baik dalam warnanya, baunya, maupun rasanya.
5-
Air
yang suci dan mensucikan, akan tetapi hukumnya haram digunakan. Air semacam ini
banyak contohnya, seperti: wudhu’ dengan menggunakan air yang disediakan husus
buat minum, wudhu dengan air curian, dan lain-lain.
Thoharoh sendiri itu terbagi menjadi dua bagian:
1-
Thoharoh
dari hadast. Thoharoh dari hadast itu terdapat dua macam:
1- thoharoh dari hadast kecil.
2- thoharoh dari hadast
besar.
2-
Thoharoh
dari najis. Dan thorah bagian ini terdapat tiga macam sesuai dengan jenis
najisnya dan cara mensucikannya.
1- thoharoh dari najis ringan (mukhoffafah).
2- thoharoh dari najis sedang (mutawassitoh). Dan,
3-
thoharoh
dari najis berat (mugholladhoh).
Untuk thoharoh dari hadast kecil agama memberikan aturan berwudhu
jika dalam keadaan normal dan bertayammum dalam keadaan darurat.
Wudhu sendiri itu memilikie enam rukun:
1-
niat,
hakekat dari niat menurut agama ialah: menghunduki sesuatu disertai dengan
mengerjakannya, maka apabila menghendaki sesuatu akan tetapi tidak seegera mengerjakannya, maka itu disebut dengan azm.
Oleh karnanya niat dalam wudhu itu
haruslah dikerjakan saat membasuh bagian yang pertama dari wajah, tidak saat
wajah terbasuh semua, tidak sebelumnya, dan tidak pula sesudahnya. Mengenai
kalimat niatnya bisa dengan berbagai bentuk. Diantaranya: berniat menghilangka
hadast dari semua hadast-hadastnya, berniat agar diperbolehkan mengerjakan
sesuatu yang membutuhkan terhadap wudhu, berniat melakukan fardhunya wudhu,
berniat wudhu saja, berniat bersesuci dari hadast. Untuk kalimat niat yang
paling akhir, apabila dihilangkan lafadz hadastnya maka itu belum cukup. Dan
apabila seseorang sudah berniat wudhu secra benar, kemudian dia sisipkan
niat-niat ( tujuan ) yang lain, seperti berniat membersihkan anggota yang
dibasuh atau berniat mendinginkannya, maka hukumnya boleh dan wudhunya tetap
sah.
2-
Membasuh
keseluruhan muka. Adapun batas muka dari segi panjangnya adalah dari bagian
tempat tumbuhnya rambut di kepala sampai dengan janggut. Sedangkan dari sisi
lebarnya adalah dari telinga yang satu sampai telinga yang lainnya. Perlu
difahami, bahwa apabila muka seseorang ditumbuhi rambut, baik rambut tersebut
tebal maupun tipis, maka hukum menyampaikan air wudhu pada kulit muka saat
berwudhu adalah wajib. Adapun jenggotnya seorang laki-laki yang sangat lebat,
sekiranya orang yang sedang berckap-cakap dengannya tidak dapat melihat warna
kulit dibawah jenggotnya, maka hukumnya cukup membasuh bagian luar jenggotnya
saja tanpa harus mengenai kulitnya. Beda halnya adalah jenggot yang tipis, maka
hukum menyampaikan air kekulit dibawahnya adalah wajib. Hukumnya wajib
menyapaikan air ke kulit bawah jenggot
juga adalah jika yang tumbuh jenggotnya adalah seorang wanita, baik
jenggotnya tumbuh secara lebat maupun tipis.
3-
Membasuh
kedua tangan sampai siku-siku, dan apabila seseorang tidak punya siku-siku maka cukup baginya
mengkira-kirakan. Dan wajib juga hukumnya membasuh sesuatu yang ada dikedua
tangan seperti rambut yang tumbuh, tumor, kelebihan jari-jari serta kuku. Dan
hukumnya wajib juga menghilangkan kotoran yang terdapat dibawah jari-jari karna
dapat mencegah sampainya air kekulit.
4-
Mengusap
sebagian kepala baik laki-laki, perempuan maupun kaum waria, atau mengusap
sebagian rambut selama masih dalam batasan kepala. Dan hukum mengusap tidak
ditentukan harus memakai tangan, bahkan dinyatakan cukup mengusap menggunakan
kain dan sejenisnya. Dan apabila seseorang membasuh kepalanya sebagai ganti
dari mengusap maka hukumnya diperbolehkan. Dan apabila seseorng meletakkan
tangannya yang dibasahi di atas kepalanya dengan berniat mengusap sebagian
kepala walaupun dia tidak menggerak-gerakkannya maka hukumnya juga cukup.
5-
Membasuh
kedua kaki sampai kedua mata kaki selama orang yang berwudhu tersebut tidak
memakai huf. Dan apabila seseorang yang berwudhu memakai huf, maka yang wajib
atasnya iyalah diperbolehkan memilih antara mengusap hufnya atau membasuh
kakinya. Dan wajib hukumnya membasuh apa saja yang terdapat pada kedua kaki,
sebagaimana wajibnya membasuh apa saja yang ada pada kedua tanagan.
6-
Berurutan
dalam mengejarkan amaliah wudhu sebagaiman yang telah kami sebutkan. Apabila
seseorang yang berwudhu lupa akan tartib ( berurutan ), maka wudhunya tidak
cukup. Dan apabila seseorang membasuh keempat anggotanya secara bersamaan, maka
yang hilang hanya hadast wajahnya saja.
Perkara-perkara yang menyebabkan hadast kecil
Perkara yang menyebabkan hadast kecil itu ada lima.
1-
Segala
sesuatu yang keluar dari dua jalan ( qubul dan dubur ), baik sesuatu yang
keluar itu sudah terbiasa seperti air seni dan tinja, atau langka seperti darah
dan kerikil, baik sesuatu yang keluar itu najis seperti contoh-contoh diatas,
atau suci sebagaimana contoh cacing. Kecuali yang keluar adalah seperma, maka
hukumnya tidaklah batal akan tetapi mewajibkan mandi. Adapun orang yang
memiliki dua alat kelamin depan ( penis dan vagiana ), maka untuknya yang
menyebabkan hadast kecil adalah jika kedua jalan tersebut sudah mengeluarkan
sesuatu secara keseluruhan.
2-
Tidur
pada posisi selain yang menetapkan pantatnya pada tempat duduknya. Maka hukum
tidur selain pada posisi yang menetapkan pantatnya pada tempat duduk adalah
tidur yang menyebabkan hadast.
3-
Hilangnya
akal disebabkan mabuk, sakit, gila, epilepsi dan sejenisnya.
4-
Menyentuhnya
seorang laki-laki terhadap wanita yang bukan muhrimnya atau sebaliknya dengan
tampa adanya penghalang, walaupun yang disentuh sudah meninggal. Persentuhan
dalam masalah ini adalah jika antara keduanaya sudah sampai batas usia yang
menimbulkan syahwat. Yang dikehendaki dengan muhrim adalah orang yang haram
dinikah baik karna nasab, persusuan, atau ikatan kekeluargaan melalui
perkawinan ( mushoharoh ).
5-
Menyentuh
kemaluan manusia jalan depan maupun belakang dengan menggunakan telapak tangan,
baik kepunyaannya sendiri atau kepunyaan orang lain, baik kepunyaannya
laki-laki atau perempuan, baik kepunyaannya anak-anak atu orang dewasa, baik
kepunyaannya orang yang masih hidup atau sudah meninggal. ( terjemah dari fathul qorib al-mujib )
OLEH: NURUL ASYHAR.