(و) شرط (في الولي عدالة وحرية وتكليف) فلا ولاية لفاسق غير الامام
الاعظم لان الفسق نقص يقدح في الشهادة فيمنع الولاية كالرق. هذا هو المذهب للخبر
الصحيح لا نكاح إلا بولي مرشد أي عدل. وقال بعضهم: إنه يلي.
والذي اختاره النووي -
كابن الصلاح والسبكي - ما أفتى به الغزالي من بقاء الولاية للفاسق حيث تنتقل لحاكم
فاسق.
Dan disyaratkan dalam wali nikah yaitu orangnya yang
adil, merdeka, dan mukallaf (dewasa dan berakal sempurna). Maka tidak ada
perwalian bagi orang yang fasiq kecuali yang fasiq adalah imam a’dhom (presiden
/ para nuwwabnya) karna sesungguhnya kefasiqan tergolong cacat didalam sebuah
persaksian, maka iapun menjadi penghalang dalam
perwalian sebagaimana sifat riqqu (hamba sahaya). Ini adalah sesuai
madzhab, karna adanya hadist shohih “ tiada pernikahan kecuali dengan wali yang
adil “. Dan sebagian ulama’ berkata: sesungguhnya orang fasiq itu bisa jadi
wali. Adapun pendapat yang dipilih oleh imam Nawawi -sebagaimana imam Ibnu Sholah
dan Assubki- adalah sebagaimana yanag difatwakan oleh imam Al-Ghozali yaitu
tetapnya perwalian bagi orang fasiq jika sekiranaya kalaupun perwalian
dipindah, akan ditangani oleh hakim yang juga fasiq.
ولو تاب الفاسق توبة صحيحة
زوج حالا على ما اعتمده شيخنا كغيره، لكن الذي قاله الشيخان إنه لا يزوج إلا بعد
الاستبراء، - واعتمده السبكي –
Dan apabila wali yang fasiq sudah bertaubat dengan
taubat yang benar, maka dia boleh menikahkan seketika sebagaimana pendapat yang
dibuat pegangan guru kami dan yang lainnya. Akan tetapi pendapat yang dikatakan
oleh imam Nawawi dan Ar-Rofi’i “ sesungguhnya dia tidak boleh menikahkan
kecuali setelah masa istibro’ (pembebasan dari sifat fasiq yaitu selama satu
tahun dia tidak mengulangi kefasikannya) –dan ini adalah pendapat yang dibuat
pegangan oleh imam Assubki-
ولا لرقيق كله أو بعضه
لنقصه ولا لصبي ومجنون لنقصهما أيضا وإن تقطع الجنون تغليبا لزمنه المقتضي لسلب
العبارة فيزوج الابعد زمنه فقط ولا تنتظر إفاقته. نعم: إن قصر زمن الجنون كيوم في
سنة انتظرت إفاقته، وكذي الجنون ذو ألم يشغله عن النظر بالمصلحة ومختل النظر بنحو
هرم ومن به بعد الافاقة آثار خبل توجب حدة في الخلق
Dan tidak boleh jadi wali bagi orang yang bersetatus roqiq
(budak / hamba sahaya) baik sifat roqiqnya keseluruhan maupun sebagian karna
itu termasuk cacat. Dan tidak boleh jadi wali juga adalah anak kecil dan orang
gila karna itu juga termasuk sifat cacat, walaupun penyakit gila tersebut
sifatnya terputus-putus (kadang-kadang) karna memenangkan terhadap waktu yang
menuntut tidak dianggapnya sebuah ungkapan (masa gila). maka yang menikahkan
adalah wali yang lebih jauh disaat wali
yang lebih dekat dalam keadaan gila dan tidak perlu menunggunya untuk sembuh.
Ya benar demikian, akan tetapi jika masa gilanya wali yang lebih dekat itu
sebentar saja sebagaimana satu hari dalam satu tahaunnya, maka perlu ditunggu
kesembuhannya. Begitu juga menjadi penghalang perwalian adalah gila yang terasa
sakit yang dapat mengganggu berfikir yang baik (maslahat) dan orang yang
terganggu pemikirannya sebagaimana pikun dan ataupun orang yang sudah sembuh
dari gilanya hanya saja masih terdapat bekas kekacauan dalam pikiran yang
mengakibatkan sifat chiddah (kasar) dalam berperilaku.
(وينقل ضد كل) من الفسق والرق والصبا والجنون (ولاية لابعد) لا
لحاكم - ولو في باب الولاء - حتى لو أعتق شخص أمة ومات عن ابن صغير وأخ كبير كانت
الولاية للاخ لا للحاكم على المعتمد.
Dan kebalikan dari tiap-tiap yang telah disebutkan
yaitu seperti kefasiqan, kebudakan, sifat kanak-kanak dan gila, itu dapat
memindahkan wilayah kewalian terhadap wali yang lebih jauh, tidak kok pindah
kepada hakim –walaupun dalam masalah wala’ – sehingga andai saja ada seseorang
memerdekakan seorang amat (budak perempuan) kemudian orang itu meninggal dengan
meninggalkan anak kecil dan saudara laki-laki yang besar maka kewalian akan
pindah kepada saudaranya tidak kok pindah kepada hakim menurut pendapat yang
mu’tamad (dibuat pegangan).
ولا ولاية أيضا لانثى فلا
تزوج امرأة نفسها - ولو بإذن من وليها - ولا بناتها خلافا لابي حنيفة فيهما.
Dan tidak ada kewalian juga bagi seorang perempuan,
maka dia tidak bisa menikahkan dirinya sendiri –walaupun sudah dapat izin dari
walinya- dan tidak bisa menikahkan anak perempuannya, beda halnya menurut
pendapat Abi Hanifah dalam dua masalah ini.
ويقبل إقرار مكلفة به
لصدقها وإن كذبها وليها لان النكاح حق الزوجين فيثبت بتصادقهما
Dan dapat diterima pengakuan seorang wanita dewasa dengan sebuah
pernikahan karna suami yang membenarkan walaupun wali dari wanita tersebut
membohongkan (tidak percaya), karna sesungguhnya pernikahan adalah hak suami
istri, maka hal itu bisa ditetapkan bila mereka berdua saling membenarkan.