MEMABACA
AL-QUR’AN
Oleh: Nurul Asyhar
Pada dasarnya sangat dianjurkan bagi setiap muslim dan
muslimah untuk selalu menjaga dan
memperbanyak dalam membaca Al-Qur’an. Kebiasaan para ulama’ salaf terdahulu
sangatlah beragam, mereka memiliki kebiasaan berbeda dalam menghatamkan
Al-Qur’an. Diceritakan oleh Imam Ibnu Abi Dawud bahwa sebagian ulama’ salaf
mereka ada yang menghatamkan bacaan Al-Qur’an dua bulan sekali, sebagian lagi
ada yang satu bulan satu kali, sebagian lagi ada yang sepuluh hari satu kali,
ada yang delapan hari satu kali, ada yang tujuh hari satu kali, ada yang enam
hari satu kali, ada yang lima hari satu kali, ada yang empat hari satu kali,
ada yang tiga hari satu kali, ada yang dua hari satu kali, ada yang satu hari
satu kali, ada yang satu hari dua kali hatam, ada yang satu hari tiga kali
hatam, bahkan ada sebagian ulama’ yang mampu menghatamkan bacaan Al-Qur’an satu
hari satu malam delapan kali hataman, empat kali hatam diwaktu malam, dan empat
hatam kali diwaktu siang.
Termasuk yang punya kebiasaan satu hari satu kali hataman
adalah: sahabat Ustman bin ‘affan, Tamim Ad-Dariy, Sa’id bin Jabir, Mujahid dan
Imam Syafi’i rodhiyallahu ‘anhum. Sedangkan yang punya kebiasaan satu hari tiga
kali hatam diantaranya adalah Salim bin ‘ithr, beliau adalah seorang hakim yang
bertugas di Mesir dimasa pemerintahan sahabat Mu’awiyyah bin Abi Sufyan. Berkata
Syaikh Sholich Abu Abdir Rohman As-Sulamiy r.a: saya mendengar Syaikh Aba
Ustman Al-Maghribiy berkata: Ibnul Katib r.a. adalah seorang ulama’ yang punya
kebiasaan menghatamkan al-qur’an empat kali disiang hari dan empat kali dimalam
hari. Dan inilah hataman al-qur’an terbanyak dalam satu hari satu malam yang
kami dengar. Sedangkan ulama’ yang berkebiasaan menghatamkan Al-Qur’an satu
jumu’ah(satu minggu) satu kali, maka banyak sekali.
Lalu kepada siapakah kita harus mengikuti? Jawabnya adalah,
marilah kita koreksi diri kita sendiri-sendiri. sesugguhnya Allah telah
menetapkan setiap manusia pada posisi yang tidak semuanya sama. Kata orang yang
bijaksana:
لكل رجال مقام ولكل مقام رجال فاستقم حيث
أقامك الله
“setiap
laki-laki(manusia) memiliki posisi keahlian dan setiap posisi keahlian
ditempati beberapa orang laki-laki(manusia), maka beristiqomahlah dimana tempat
Allah telah memposisikan kamu”
Oleh karnanya para ulama’ tidak mengharuskan kita mengikuti
kelompok tertentu, akan tetapi para ulama’ memberikan penafsilan sebagai
berikut:
1-
Jika kamu adalah orang yang dianugrahi Allah kelebihan
berupa kecerdasan dan pengetahuan yang luas dalam memahami ayat-ayat Al-Quran,
maka sikap yang harus kamu ambil adalah berusaha mencurahkan kemampuan untuk
memahami setiap ayat yang kamu baca hingga kamu mampu memahaminya dengan
sempurna(yang penting faham yang kamu baca, bukan berapa banyak ayat yang kamu
baca).
2-
Jika kamu tergolong orang yang diberi kesibukan oleh Allah
seperti pendidik(penyebar ilmu agamanya Allah) atau menjadi pejabat yang harus
mengurus fasilitas umumnya kaum muslimin(rakyat), maka bacalah Al-Qur’an
semampu kamu jangan terlalu memperbnyak membaca Al-Qur’an hingga urusan kamu terbengkalai
atau terlalu sedikit hingga kamu tergolong orang yang lupa. Karna sesungguhnya
segala urusanmu(mendidik & melengkapi fasilitas umum) itu rujukannya adalah
ayat-ayat Al-Qur’an.
3- Jika kamu tidak
tergolong kedua kelompok diatas, maka bacalah Al-Quran sebanyak mungkin kamu
bisa namun tetap menjaga tartil, karna sesungguhnya setiap huruf dari Al-Qur’an
yang kamu baca itu berpahalakan sepuluh kebaikan. Nabi pernah bersabda:
إن أصغر البيوت بيت ليس فيه من كتاب الله شيء فاقرؤوا القرآن فإنكم تؤجرون
عليه بكل حرف عشر حسنات أما إني لا أقول آلم و لكني أقول ألف و لام و ميم.(رواه
الحاكم)
Sesungguhnya
serendah-rendahnya rumah adalah rumah yang tidak ada sedikitpun dari kitab Allah
didalamnya. Maka bacalah Al-Quran, sesungguhnya kalian akan diberikan pahala
atasnya pada tiap hurufnya sepuluh kebaikan. Aku tidak katakan آلم (adalah satu huruf), akan tetapi alifnya, lamnya,
dan mimnya(adalah huruf tersendiri(. HR. Hakim.
Sebagian ulama’ justru memakruhkan jika manusia biasa seperti
kita mampu menghatamkan bacaan Al-Qur’an dalam waktu kurang dari tiga hari.
Karana disitu mengindikasikan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang dia baca, hanyalah
dimulut saja, tampa berusaha mentadabbur(menghayati) atau membacanya sampai
hati. Sebagaimana sabda Nabi:
لايفقه من قرأ القرأن في أقل من ثلاث. رواه
أبو داود والترمذي والنسائي
Tidak akan bisa memahami, seseorang yang mampu menghatamkan
bacaan Al-Qur’an lebih sedikit dari tiga hari. HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, dan
An-Nasa’i.
Selanjutnya, lebih utama manakah antara membaca Al-Qur’an
dengan memandang dan memegang mushaf atau membacanya dengan tidak memandang/memegangnya
sama sekali? Beberapa ulama’ salaf sebagaimana Al-Qodhi Chusain, Imam
Al-Ghozali serta masih banyak lagi lebih mengutamakan membaca Al-Qur’an dengan
memandang dan memegang mushaf, karna melihat atau memandang mushaf saja itu
sudah merupakan ibadah tersendiri yang sangat dianjurkan. Imam Al-Ghozali dalam
kitab ikhya’nya menceritakan bahwa mayoritas sahabat membaca Al-Qur’an dari
catatan-catatannya(mushaf) dan tidak terlewatkan satu haripun beliau-beliau
tanpa memandangnya. Namun begitu jika
seseorang justru mampu lebih khusyu’, mampu lebih menghayati, jika dia
melantunkan(membaca) ayat-ayat Al-Qur’an dengan tanpa melihat atau memegang mushaf,
maka baginya lebih dianjurkan melantunkannya tanpa memandang dan memegang
mushaf. Wallahu a’lam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar